Meraba nadi (pulse pressure)
termasuk salah satu pemeriksaan medis paling tua. Penyembuh dari Mesir
Kuno 3000 SM sudah mempercayai bahwa nadi yang teraba lemah menandakan
adanya suatu penyakit atau perburukan dari penyakit sebelumnya.
Tak
hanya soal kecepatan, seorang ilmuwan bernama Galen (129-200) kemudian
mengembangkan pemeriksaan itu dengan mengidentifikasi frekuensi,
kekuatan, dan durasi dari pembuluh nadi. Namun, manfaatnya bagi praktik
kedokteran masih belum jelas.
Metode tersebut baru sempurna
setelah John Foyer (1649-1734) mempublikasikan hasil observasinya
terhadap 1.707 karakteristik nadi manusia. Tulisan “Pulse-watch” karya
Foyer mulai mengungkap hubungan antara nadi dan penyakit jantung.
Di
era selanjutnya, Adam dan Stokes mengembangkan temuan tersebut pada
kasus bradikardia (frekuensi nadi yang lambat, kurang dari 60
kali/menit). Penelitian mereka menyimpulkan, tidak semua kasus kejang
atau pingsan mendadak (fainted) disebabkan oleh gangguan di otak, melainkan akibat lambatnya frekuensi nadi yang menandakan blokade irama jantung (heart block).
Kini, heart block tercatat sebagai salah satu penyebab nadi lambat yang
paling sering, dan pada stadium lanjut, membutuhkan alat pacu jantung.
Frekuensi
nadi (yang diukur dengan perabaan) kini termasuk salah satu dari 5
tanda vital manusia di samping kesadaran, frekuensi napas, tekanan
darah, dan suhu. Nadi akan selalu diraba oleh dokter maupun perawat
sebagai pemeriksaan dasar.
Kecepatan nadi lebih dari 100 kali per menit telah terbukti sebagai prediktor buruk pada sejumlah kasus rawat inap di RS. Bahkan, seorang yang sehat tapi memiliki frekuensi nadi lebih dari 100 kali/ per menit juga memiliki risiko untuk mengalami serangan jantung di kemudian hari. Tentunya, nadi diukur dalam kondisi tenang dan istirahat. Juga dalam suasana emosi stabil.
Cara mengukur nadi yang tepat
Pembuluh
nadi atau arteri (pembawa darah bersih) memiliki ciri berdenyut.
Apabila Anda melihat pembuluh berwarna biru di permukaan kulit, itu
bukan arteri tetapi pembuluh vena. Arteri terletak lebih di dalam, namun
dinding dan tekanannya lebih kuat sehingga teraba denyutnya.
Sebaliknya, pembuluh vena itu lebih tipis, lebih ke permukaan, dan tidak
berdenyut. Tapi untungnya, letak kedua pembuluh darah ini berdekatan.
Umumnya
nadi diraba pada pergelangan tangan. Tetapi pada korban yang pingsan,
nadi utama yang diraba adalah pada leher. Beberapa pembuluh nadi lain
yang dapat diraba manual, antara lain :
- Pergelangan tangan di sebelah sisi yang berdekatan dengan jempol (a. radialis),
- Lipat siku pada sisi berlawan dari a. radialis (a. brakialis),
- Sisi samping leher (a. karotis interna),
- Pangkal paha (a. femoralis),
- Lipat siku (a. poplitea),
- Sedikit di atas tumit kaki (a. tibialis posterior),
- Permukaan punggung kaki (a. dorsalis pedis).
- Raba pergelangan tangan dengan ujung jari tangan sebelah. Meraba nadi kiri atau kanan sama saja, namun, lebih baik jika mengukur kedua sisi. Lokasi tepatnya berada sesisi dengan jempol. Jangan terlalu kuat atau terlalu lemah dalam menekan nadi. Setelah merasakan denyut nadi, mantapkan perabaan dan mulailah menghitung.
- Frekuensi nadi idealnya dihitung dalam 60 detik. Dapat pula diukur dalam 30 detik lalu hasilnya dikali 2. Pengukuran 15 detik yang hasilnya dikali 4 tidak direkomendasikan.
Bukan hanya frekuensi, Anda juga dapat
merasakan kualitas dari nadi: kekuatannya, irama teratur atau tidak,
serta ekual/tidaknya dengan nadi sisi sebelahnya. Perbandingan sisi kiri
dan kanan hanya boleh dilakukan pada nadi yang sama. Jangan
membandingkan nadi di pergelangan tangan dengan yang di lipat siku.
Tentu berbeda hasilnya!
Bagi kaum medis sendiri, teknik meraba nadi ini adalah suatu skill yang tidak mudah dan harus terus dilatih. Anda pun dapat berlatih dengan semakin sering meraba nadi.
- Frekuensi nadi normal ialah 60-100 kali/menit dengan irama reguler. Kurang dari 60 kali/menit disebut bradikardia. Lebih dari 100 kali/menit disebut takikardia.
Kecepatan nadi (umumnya takikardia) ini sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor eksternal: stres, emosi, aktivitas fisik
barusan, maupun obat-obatan. Pesannya ialah hati-hati dalam
menginterpretasikan hasil frekuensi nadi ini.
Namun bila
menemukan irama yang direguler, denyut yang berbeda-beda, sudah
dipastikan itu adalah kondisi tidak normal. Segera hubungi dokter untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
Adanya bradikardia (setelah diperiksa
berkali-kali dalam kurun waktu yang berbeda) perlu pemeriksaan lebih
lanjut. Namun, bradikardia umumnya ditemukan normal pada atlet.
Bradikardia yang harus diwaspadai ialah bila disertai keluhan lemas,
cepat lelah, atau pingsan!
Beberapa penyakit yang dapat dideteksi dari perabaan nadi :
- Nadi radialis lemah atau tidak teraba — syok, kekurangan cairan, kontraksi jantung lemah
- Nadi radialis iregular — gangguan irama jantung
- Nadi karotis tidak teraba (10 detik) — henti jantung
- Nadi pada kaki lemah atau tidak teraba — sumbatan pembuluh darah kaki. Sering disertai gejala cepat lelah dan nyeri berjalan
Meraba
nadi adalah pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan pada diri
sendiri maupun orang lain. Biasakan untuk meraba nadi saat
istirahat atau usai olahraga.
Salam sehat untuk kita semua!
Sumber : KOMPAS.com